ADILA

Jumat, 03 April 2009

JIKA INGIN BAHAGIA JANGAN JADI POLITISI

Kebahagian datang pada hakikatnya bukan dari orang lain, tetapi datang dari kita sendiri baik secara tiba-tiba maupun terencana. Dalam hidup ini banyak hal yang menghampiri kita. Bukan hanya kebaikan dan kebahagiaan, tapi keburukan yang tidak pernah kita harapkan juga kadang datang kepada kita. Apa yang menjadi harapan kita, tidak selalu datang sesuai harapan. Entah itu bentuknya ataupun waktunya. Sekalipun kebahagiaan itu milik sendiri, tetapi masih ada campur tangan orang lain yang berjasa atas prestasi yang diraihnya, lebih-lebih campur tangan Tuhan, untuk itu jangan pernah mengabaikan dan melupakan jasa orang lain dan selalu bersyukur atas apa yang Allah berikan kepada kita. Kemudian bahagiakah politisi yang kebetulan duduk sebagai wakil rakyat di DPR ? inilah topik bahasan yang akan saya tulis dalam artikel ini.
Semua orang pasti bahagia dan senang apabila menduduki jabatan tertinggi dalam strata sosial, baik dia sebagai pengusaha, penguasa, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan apalagi jabatan tertinggi dalam pemerintahan kebahagiaan itu akan berlimpat ganda, termasuk politisi. Politisi dengan PDnya menyuarakan janji-janji politik saat mereka berkampanye adalah akhir dari sebuah kebahagiaannya, tentu tidak karena disaat mereka menjadi wakil rakyat, maka mereka akan dirongrong dengan janji-janji yang pernah mereka ucapkan itu, jika tidak maka mereka termasuk politisi pengkhianat dan munafik sebagaimana sabda Rasulullah SAW. “salah satu ciri dari orang yang munafik adalah orang yang mengingkari janji-janjinya”.
Kebahagiaan yang semu dan tak bermakna, itulah kata yang pantas yang disandang bagi politisi munafik. Pengakuan dari seorang politisi Malang yang pernah mangkrak di DPRD periode 2004-2009 disaat saya mengadakan penelitian tentang etika elit politik, saya sudah banyak tahu tentang peran dan kiprah politisi di dunia publik, kesimpulannya bahwa tidak ada bedanya perilaku politisi yang berlebel relegius dengan nasionalis, tatkala orang terjun dalam dunia politik maka “tidak ada kawan yang abadi tapi musuh yang abadi” bagi mereka yang penting mencapai kekuasaan itulah tujuan politik. Jika anda membuka beberapa referensi terkait dengan partai politik, maka anda akan temukan tujuan berpolitik adalah mencapai kekuasaan. Ternyata masyarakat dibutakan dengan janji-janji mereka.
Senyum mereka adalah palsu “habis manis sepah dibuang”. Masa depan kita bukan ditangan orang yang pembuat janji, tapi ditangan orang yang mencontreng, untuk itu jangan tukar masa depan kita dengan waktu lima menit yang berdampak lima tahun. Perjalanan yang cukup panjang bagi rakyat yang membutuhkan keadilan dan kemakmuran, kemakmuran dalam keadilan dan keadilan dalam kemakmuran.
Tidak ada barometer kebahagiaan yang bisa mendeteksi orang itu bahagia atau tidak, boleh jadi orang tersenyum tapi belum tentu hatinya bahagia, orang menangis belum tentu hatinya sedih. Kesedihan dan kebahagian ukurannya adalah hati setiap insan. Takaran bahagia setiap orang berbeda-beda. Bagi nelayan kebahagiaan itu tatkala mereka mendapatkan tangkapan ikan yang banyak, bagi petani kebahagiaan itu tatkala tanaman mereka subur dan mendapatkan hasil yang memuaskan, bagi pengusaha kebahagiaan itu tatkala mereka mendapat keuntungun yang lebih dari hasil penjualan, bagi pengemis kebahagiaan itu tatkala ada orang yang memberi uang yang cukup, bagi orang lapar kebahagiaan itu tatkala kenyang, bagi politisi kebahagiaan itu tatkala mendapatkan jabatan politik dalam pemerintahan.
Contoh diatas adalah sarana untuk mendapatkan kebahagiaan, tetapi kebahagiaan itu semua adalah semu dan fatamurgana, karena ada kebahagiaan yang hakiki yaitu kebahagiaan tatkala orang mendermakan hartanya dengan ikhlas di jalan Allah & nikmatnya beribadah kepada Allah. Semoga kebahagiaan yang menghampiri kita bukan kebahagiaan yang semu, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi al-Showab.

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008